Daftar Blog Saya

Rabu, 03 Maret 2010

Setengah Cinta yang Terputus

Setengah Cinta yang Terputus

Hari jum’at itu, setelah menyerahkan portofolio sertifikasi guru di Sudin, Walikota Jakarta Selatan aku langsung pulang. Di rumah kemudian aku buka laptop untuk melihat siapa yang online, aku berharap orang yang ku dambakan juga online. Ahaa…ternyata juga online. Waktu sudah menunjukan pukul 11.58, kemudian aku tegurnya kenapa tak sholat jum’at.
“Hai..ini dah jam segini, nggak sholat?”.
” Nggak apa-apa kan bolos Jum’atan sekali, lagi pula saya lagi makan. Lapar sekali nih sekarang….”.
“ Weii...jangan gitu dong, kan ini sholat wajib bagi laki-laki…, ya udah cepat makannya, terlambat dikit nggak apa, daripada nggak sholat....”.
”Ok deh, aku cepetin makannya yah...? iya ya daripada nggak sholat....”, kemudian dia tak terlihat online lagi.


Tirta ….!! Yah … Tirta, dia seorang yang lemah imannya. Setengah hidupnya ditemani orang yang tak seiman. Dia mendapatkan seorang istri keturunan yang telah lama tinggal di Indonesia. Karena beda keyakinan bahkan mereka menikah sampai tiga kali di institusi yang berbeda. Inilah bentuk pengesahan perkawinan mereka yang berbeda keyakinan. Dari hasil perkawinannya lahirlah seorang putra yang diberi nama Raja. Mereka sangat bahagia mendapatkan seorang anak yang lincah dan sehat, tak disangka ketika anak itu memasuki usia sekolah terlihat ada kelainan. Kemudian mereka berkonsultasi dengan seorang dokter dan ternyata anak yang semata wayang itu menderita autis. Betapa sedihnya mereka. Kehidupan pun terus berjalan seperti biasa, dan Tirta sering meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim. Imannya goyah. Semakin lama mereka berumah tangga, banyak peristiwa yang mereka alami, dan perilaku istrinya semakin lama semakin berbeda, tabiatnya menjadi kasar padanya. Sebenarnya ia mempertahankan perkawinan itu hanya untuk melindungi anaknya dari kekejaman istrinya.


Asyiikk dengan facebook dan jejaring X, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 13.00. Sudah pasti shalat Jum’at telah selesai, tak lama dia terlihat online lagi.
”San nanti bisa nggak kita jalan, aku tanggu yah jam 4 sore di kampus,” sapanya.
”Ok...!” jawabku.
”San, tadi aku ngantuk sekali waktu ujian, waah...nggak tahan mata ini tadi. Semalam aku nggak bisa tidur, aku bangun jam setengah 4 terus nggak bisa tidur lagi, ngantuk deh jadinya...”, katanya.
”Ya udah sekarang tidur, istirahat ajah..., jangan dipaksa kerja,” sahutku.
”Eh San, bisa ngga kalau kita majuin ajah perginya..? mau ngga..?”.
” Bisa ajah....sekarang juga bisa...he..he..he”.
” Lho ...?? Kok, kamu memang sudah stand by...? Tidur pakai baju pergi..? Ok jam 3 sudah sampai di kampus ya”, katanya.
”Ya ngga lah, aku mandi dulu, baru berangkat. Ya sudah aku mandi dulu yah...!” sahut ku.
Aku bergegas mandi, kemudian pilih-pilih baju yang pantas untuk berjalan bersamanya.

Waduuh...! Lama sekali menunggu bus yang lewat, sudah 15 menit aku berdiri di sini. Ah, lebih baik naik taxi saja, pikirku. Akhirnya kuputuskan naik taxi agar lebih cepat sampai di kampus, takut dia menunggu kelamaan. Di perjalanan menuju kampus aku sudah bayangkan dia, mengingat pertemuan kemarin.

Sesampainya di sana, dia sudah menunggu aku di mobil. Aku langsung pindah ke mobilnya. Dia bukakan pintunya seraya tersenyum lembut.
„Kita ke Glodok dulu yah, beli alat buat lab. Masa kampus segede ini ga punya alat, payah kampusnya ga mau rugi...“katanya.
„Emang iya..?? Masak sih...?“ tanyaku keheranan.
„Iya, ga percaya...?“

Mobil terus melaju ke arah Pasar Senen menuju Glodok, tapi rencana untuk beli alat yang dicari tidak jadi, dan kami sepakat untuk minum juice di Ancol. Dalam perjalanan itu tangan dia selalu menggenggam jari-jariku. Setiap itu pula aku selalu tersenyum padanya, terasa nyaman gengaman itu.
„ Eh, kamu tau ga tadi...?“ katanya.
Aku memandang dia penuh tanya.
„Tadi tuh.. si Amin telpon aku lagi, terus aku bilang aku ga ada waktu hari ini..“ katanya.
Aku hanya tertawa saja..... mengingat kelakuan si Amin terhadap dia. Si Amin itu adalah ahli IT di kampus itu, juga sangat menyukai dia, pernah juga tangan dia di remas-remas si Amin. Dia sempat ngedumel kalau dia itu bukan AC/DC.

Tak terasa sudah sampai di Ancol, kemudian cari tempat yang ada juice. Di tepi pantai itu kami minum juice. Udara saat itu agak panas, namun tak berapa lama sinar matahari hilang. Dia selalu menggandeng tanganku, serasa tak mau ia lepaskan. Kami duduk berdua sambil bicara apa saja. Tiba-tiba dia mencium pipi aku dengan cepatnya. Aku kaget sekali...kemudian aku memandang wajahnya, dia tersenyum seraya berkata” Satu kosong....”. Aku hanya bengong saja, tak tau apa yang harus kukatakan. Kemudian dia meremas tanganku dengan lembut.

“Sudah...?” seraya memandangku.
“Yok...kita jalan lagi”.
Kami pun naik mobilnya.
“Kita kemana sekarang...?” katanya.
Aku jawab, ”Terserah, aku manut ajah...!”
Sambil menyetir dia senyum-senyum sendiri, lalu mobil berhenti... tiba-tiba dia mencium bibirku dengan cepat. Aku kaget lagi...

Setelah itu kami melanjutkan perjalanan pulang, tapi sampai di gerbang keluar, petugas gerbang meminta kami ke kantor polisi. Dia turun dari mobil untuk menyelesaikan urusan tersebut dan aku menunggu di mobil saja hingga tertidur. Kukira urusan itu sudah selesai ternyata belum, mobil harus di tinggal untuk pembuktian bahwa itu bukan kejahatan. Kami harus pulang dengan menggunakan taxi. Di dalam taxi aku melihat wajah dia sangat lelah dan bingung.... Kupegang tangan itu untuk menenangkan hatinya, dia hanya tersenyum hambar, sekali-sekali tangan itu aku cium untuk menguatkan perasaannya. Dia hanya diam membisu ... aku menawarkan untuk menemani dia mengambil STNK, dia tersenyum seraya berkata ”Tidak usah....... biar saja”
“Ga apa-apa...”

Aku tiba di rumah, perasaan hati ini tak tenang.... hingga aku tak dapat tidur, gelisah memikirkannya. Apa yang akan terjadi nanti. Aku tak tahu, yang pasti hati ini gelisah. Aku kemudia sms ke dia,” Dah di mana?”. “Aku dalam perjalanan sama Raja, tolong beberapa hari ini jangan hubungi saya dulu yah.” Jawaban sms itu yang makin membuat aku gelisah, hingga aku bingung.

Esoknya tak ada kabar dari dia, aku semakin bingung dan gelisah. Aku hanya duduk termenung memikirkannya. Apa yang telah terjadi dengan dia. Minggu pagi aku mendapat sms dari dia yang isinya memintaku menghapus account email dan account jejaring X dia karena di situ ada surat antara aku dengan dia.

Senin pagi aku sudah ada di sekolah, aku piket hari itu. Aku tak ada jam untuk masuk kelas makanya aku buka internet untuk online. Aku berharap dia juga online dan ternyata dia online. Langsung kusapa dia ”Assalammualaikum Pak’e..., gimana...?” Dia kemudian menceritakan kejadian setelah pergi dengan aku. Jum’at malam sampai subuh dia dimarahin terus dan dipukulin hingga badannya terasa sakit, terutama kepala kiri dan bahu yang dihajar habis-habisan. Mungkin dia akan ke dokter untuk berobat. Dia juga mengaku bahwa dia pergi dengan seorang wanita yang namanya Anti. Istrinya yang maha galak itu tak percaya dengan ucapannya dan melemparkan berbagai tuduhan. Dia memohon aku untuk mengerti dengan posisinya, dan juga dia menyesal membuat aku tak bisa tidur. Selain itu dia mengatakan juga kalau dia tak akan muncul online, mungkin dalam seminggu ini. Kemanapun dia pergi, dia akhirnya selalau ditemani istrinya hingga tak ada ruang gerak untuk beraktifitas.

Semua fasilitas yang dia miliki diambil istrinya, ATM-pun dikuras habis uangnya dan kartu kredit juga diambilnya. Biaya transport untuk bekerja juga dibatasi. Handphone pun diambilnya juga, dan dia gunakan hp Raja, anaknya. Aku dimohon untuk tidak menghubungi hpnya. Dia juga mengatakan kalau istrinya akan mengancam akan menghubungi direksi tempatnya bekerja, agar kontrak kerjanya dihentikan dan akan membuat malu di kampus juga akan mengobrak-abrik dia di mana saja. Aku tak menyangka istrinya sampai berbuat begitu. Dia mengatakan kalau istrinya itu cuma mau menguasai dirinya karena tidak ada orang lain yang melindungi dan sekarang benar-benar dia disekap.

Aku hanya bisa memberi saran padanya, kalau dia harus punya sikap terhadap istrinya karena dia itu kepala keluarga, dan jangan takut dengan ancaman istrinya karena di manapun semua sudah tahu cara kerjanya dia.

Masalah ini membuat Raja menjadi korban. Malam ketika dia dihajar istrinya, tekanan darah Raja naik hingga 150/100. Raja mengancam akan bunuh diri. Raja marah besar hingga dia memotong-motong rambutnya sendiri. Aku merasa bersalah atas kejadian ini. Aku memohon maaf kepadanya, kalau aku sudah menyusahkan dirinya. Tapi dia mengatakan bahwa aku tidak bersalah dan meminta aku berdoa saja agar masalah ini cepat selesai.

Aku mulai mengenal internet itu karena di tempat mengajar sudah menggunakan sistem online yang dikenal dengan kata SAS. Aku mulai mencoba-coba membuka situs internet juga mendaftarkan menjadi anggota friendster untuk mencari teman di dunia maya. Selain itu juga aku menjadi anggota jejaring X, di sinilah aku menemukan teman yang paling enak di ajak komunikasi. Dia mengajar di universitas A. Kami selalu berkomunikasi melalui messages jejaring X. Aku mulai menyapa dia dengan mengirim gambar-gambar yang sangat menyejukkan, dan dia selalu membalasnya di kotak surat jejaring X. Akhirnya kami berhubungan secara intens melalui internet ini.

”Mbak Santi, terima kasih kirimannya.. Selamat bekerja juga, dan sekarang sudah jam 12.00. Selamat makan dan selamat beristirahat. Semoga hari ini jadi hari yang terbaik dan menghasilkan berbagai hal yang baik buat mbak Santi” katanya dalam messages.
“Ok, pak Tirta...sama-sama ya, yok...kita istirahat dan makan ya.... mau makan apa ya..? masih bingung neh...” kataku.
“Jangan makan yang bikin bingung mbak! nanti teler lho!... ” .
“Waduuuhh apa ya..?? yang enak n yang ga bikin gemukin badan gitu loh.....”.
“Gemuk itu kalau sedikit boleh lho mbak, sebagai "tabungan" di waktu sibuk. Kalau takut gemuk ya sate ayam seporsi berdua, terus makan buah buat ganjelnya. Kalau bisa sih menunya 4 sehat 5 sempurna, 6 gratis! he... he... he...”.
“Hhahhahahh...ueeenaaakk bangeeeet, klo gitu...... tapi siapa yang mau gratisin.... hehhhehe”.
“Eh mbak, siapa tahu ada yang mau! Lihat ke kiri dan ke kanan ajak saja! Kalau nggak mau? Awas... gitu!!!”
“Hhoohooho.... wah, itu namanya malak donk, takut ah... aku ga mau jadi preman ah....”.
“Bukan malak Bu! Diminta keikhlasannya... kalau nggak ikhlas, awass...!!. Huahaha.... awas Bu nanti itu sendok masuk ke hidung!”
“Hhuuuuh, sama aja... Pak.... ya malak-malak juga, Pak Tirta aja yang gratisin mau ga...??....mau ya.. mau ya... hehhe”.
“Ya boleh! Nanti tukang satenya suruh ke sini ya! ha... ha..... ha... Mbak, jam 13.00 saya mesti ngajar. Maklum di negara kita ini masih banyak orang yang kurang ajar.... udah dulu ya! sampai besok! dadaaaag...”

Suatu saat dia menawarkan aku untuk menjadi dosen di tempat dia mengajar. Dia mengatakan kalau di kampusnya itu ada ribuan mahasiswa tapi dosen yang mengajar sangat kurang. Sebenarnya yang dicari itu adalah dosen yang telah memiliki ijazah S2 sedangkan aku hanya S1. Dia menganjurkan aku untuk melanjutkan sekolah S2 dan memang itu adalah keinginan aku sejak dulu. Karena pendidikan aku hanya S1, dia tetap mengusahakan aku untuk bisa mengajar di universitas itu. Dia menyuruh aku untuk mengirim surat pengajuan lamaran mengajar melalui email nanti akan dilanjutkan ke bagian SDM.

Hari ini aku mengirim gambar atau tagged pemandangan lagi. ”Mbak Santi, terima kasih kirimannya. Pemandangan yang bikin sejuk di tengah-tengah pemandangan kampus yang sumpek-pek-pek... ”, katanya. ”Mbak Santi, pagi-pagi udah di kantor? Di mana kantornya?”
“Ya, udah lah....aku kan masuk kelas dah dari jam 6.30, tempat aku ngajar di jalan F”, jawabku.
“Berangkat jam berapa dari rumah Bu? Tinggalnya di mana?”.
“Heheehheh....dari rumah berangkat jam 6 kurang 10 menit atau jam 6 baru berangkat, lagi pula tempat aku ngajar ga jauh kok dari rumah... aku tinggal di Kebayoran Baru, kalau Pak Tirta di mana?”
“Saya di Cempaka Putih Bu! Ibu ngajar di sekolah mana?”
“Aku ngajar di tiga sekolah salah satunya di SMA DM, di sini waktuku yang paling banyak..., Pak Tirta insyaallah aku kirim CV ke email Bapak ya...ga apa kok aku dibuat cadangan ngajar heheheh... Bapak dah makan belum?”
“Enak ya ngajar di banyak tempat, banyak yang nyetor jadinya... udah, baru saja selesai, soalnya jam 13.00 saya mesti ngajar. Tadi dari jam 9 saya nguji laporan mahasiswa 4 orang dikebut saja, kebetulan dua anak memang bagus tulisannya, jadi tidak terlalu repot nanyanya. Dua anak lagi agak kurang baik tulisannya. Mbak Santi, terima kasih ya kiriman tag-nya”
“Ngajar banyak, enak ga enak kan buat kebutuhan Pak, namanya juga single parents buat biaya anak dan sekarang ini lagi butuh-butuhnya biaya neh, jadi buat aku sendiri belum dapat...... makanya mau cari tambahan lagi nih, syukur-syukur bapak bisa bantu, thanks ya...”.
“Mbak Santi, jangan lupa pas fotonya 4 x 6 cm, jangan yang 40 x 60 ya! nanti diangka caleg lho!”
“Hahahhahh... Pak Tirta, bisa aja. Ya iya lah ukuran 4 x 6, aku kan ga nyaleg...takut deh klo nyaleg, ntar bisa streees. Ok deh Pak Tirta, nanti aku kirim ktp juga photo....berwarna ga Pak...? Thanks ya dan gimana orang-orang yang ajar.... masih kurang ajar...?”
”Ya donk yang berwarna, asal jangan warnanya dicoret-coret pake spidol...”.
”Mbak Santi, yang namanya pengajar itu kalau di Indonesia prospeknya bagus sekali, karena sekian puluh persen masyarakatnya memang kurang ajar. Lihat saja itu yang di DPR. Namanya anggota partai “X” itu kan hubungannya dengan agama, tapi kerjanya korupsi sama main perempuan. Nah itu tuh yang namaya kurang ajar tulen asli 100%”.
Memang menjadi pengajar itu sangat mulia dan prospeknya cukup bagus sekali. Dulu dia bukan seorang dosen, tapi dia bekerja di bidang promosi.

Hubungan aku dengannya semakin dekat, aku mulai menaruh hati padanya. Aku tidak berpikir kalau dirinya sudah berkeluarga. Aneh, dia juga juga menaruh hati padaku. Semakin hari perasaan aku semakin memuncak, rasa sayang dan cinta timbul begitu saja. Melalui obrolan ringan, dia memberiku semangat untuk belajar kembali. ”Mbak Santi lagi nggak ada jadwal ngajar ya! Saya sebentar lagi harus nguji, hari ini ada 4 orang. kemarin 3, selasa malah baru selesai nguji jam 21.15.lagi banyak yang diuji, maklum jumlah mahasiswanya ribuan orang. Mbak Santi, jangan lupa untuk nerusin sekolah lho mbak! Jangan pernah merasa tua untuk sekolah, soalnya ilmu itu terus berkembang,” katanya.

Jakarta, 3 Maret 2010

Tidak ada komentar: